Apa Peranan Gereja Dalam Pendidikan ?

Oleh : Anna Mariana Poedji Christanti
(Pelangi Kristus Bible Seminary For Children)

Tanggal : 21 Oktober 2008


Mengingat pendidikan adalah concern Tuhan Allah dalam menyelenggarakan rencanaNya yang besar bagi dunia, maka tidaklah menjadi suatu yang mengherankan bahwasanya setiap orang percaya haruslah terlibat di dalamnya. Hal ini memungkinkan bahwa setiap orang percaya adalah komponen penting dalam rencana agung Tuhan Allah. Itulah sebabnya, ketika kata pendidikan dikumandangkan, maka yang terlibat di dalamnya seharusnya bukan hanya guru dan murid, melainkan seluruh orang percaya di muka bumi. Tugas pengajaran tidak hanya dibebankan pada pundak guru, hal ini adalah tugas setiap orang percaya sebagai pendidik, termasuk juga tugas utama orangtua. Semuanya menjadi jelas dalam Firman Tuhan terutama di Ulangan 6:4-9, di mana Tuhan Allah menyatakan tugas pendidikan pada orangtua. Dengan situasi dewasa ini di mana orangtua lebih banyak memusatkan perhatian kepada bidang ekonomi semata, lebih menambah terpuruknya kondisi pendidikan. Mengangkat bagian tersebut pada buku Foundation & Philosophy of Christian School Education (2008) setidaknya membuka wawasan para orangtua dalam tugas utamanya yaitu mendidik anak-anaknya. Sementara itu tugas guru adalah juga mitra kerja orangtua dalam mendidik anak-anak. Sinergi yang tercipta ini diharapkan dapat menyehatkan sistem pendidikan yang telah terpuruk. Hal tersebut bukanlah tugas yang ringan. Tuhan sebagai Sang Pemberi Visi selalu bersama, menyertai, menguatkan, serta memampukan para pendidik. Pendidik adalah alatnya dalam Rencana AgungNya demi KemuliaanNya.

Harold Klassen dalam kumpulan artikelnya yang berjudul Foundation and Philosophy of Christian School Education (2008) mengatakan bahwa : Bagaimanapun, lebih penting daripada contoh-contoh dari orang lain adalah perintah Kristus. Dia menginvestasikan tiga tahun pelayanan aktifNya pada sekelompok manusia yang meragukan dan kata-kata akhirNya adalah agar mereka mengulangi proses tersebut (Yohanes 20 : 21). Dalam Amanat Agung (Matius 28 : 18 – 20), Yesus memberitahu murid-muridNya untuk pergi dan menjadikan orang lain muridNya, bukan menjadikan mereka berpindah agama. Kita banyak membicarakan tentang penginjilan, tetapi Yesus mengasumsikannya, dan bicara mengenai mengajar. Kita harus mengajarkan segala hal yang diperintahkan Kristus, tetapi tidak terbatas hanya kepada perkataan Yesus. Jika kita percaya bahwa Yesus adalah pencipta segala sesuatu (Kolose 1 : 15 – 16), maka perintahNya untuk bertanggungjawab kepada seluruh dunia dan isinya (Kejadian 1 : 28 – 30) juga perlu dijadikan. Jadi mengajar bukan hanya memindahkan pengetahuan semata, tetapi menghadirkan Tuhan Allah dalam setiap pengajaran yang dilakukan. Dunia pendidikan adalah dunia mempelajari dan menggeluti segala yang diciptakan Tuhan Allah. Hal tersebut memanglah pemikiran yang radikal, dan memang harus disadari bahwasanya Alkitab mengatakan sesuatu tentang segala hal.

Seringkali kita memandang penting mengkomunikasikan Yesus sebagai Juruselamat dalam konteks ‘spiritual’ dan kita menganggap hal itu tidak lagi relevan ketika kita berhubungan dengan hal-hal yang tidak langsung bersentuhan dengan Alkitab. Hal ini tentu menyulitkan banyak orang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat karena Dia tidak ada hubungannya dengan sebagian besar kehidupan kita, yaitu dunia fisik ini. Dengan mengajarkan segala hal yang tidak Alkitabiah kepada siapapun, dan mengabaikan kesempatan untuk membentuk persepsi seseorang tentang dunia Allah di sekolah, pemikiran dualisme sedang dikembangkan. Ini berarti hidup kekristenan itu seperti balon spiritual. Pada awalnya kecil, namun karena diisi terus oleh Roh Kudus melalui pemimpin Kristen dan renungan pribadi. Ia akan terus mengisi hidup, tetapi tetap terpisah dari segala hal yang lain, kecuali keadaan menusuk dan membuat balon iu meletus. Lalu semuanya akan meletus dan orang tersebut tidak memiliki apa-apa lagi. Jemaat yang dirintis di antara orang yang memiliki perspektif yang suci/sekuler jelas lebih lemah daripada mereka yang dibangun di antara orang yang diajar untuk memiliki pemikiran yang lebih lengkap dan terintegrasi. Mereka memahami bahwa Alkitab perlu menembus semua bidang seperti oksigen-elemen penting yang adalah bagian dari atmosfer dan segala hal.

Pendeta muda membutuhkan pelatihan seminari supaya mereka dapat memaksimalkan dampak renungan yang dapat mereka bawakan untuk menarik anak muda, sementara seorang guru bahkan tidak melakukan pendalaman Alkitab secara khusus untuk menolong mereka bertahan dalam tuntutan sistem di mana mereka bekerja dan bertahan dalam kebutuhan bagi para murid. Misionaris membutuhkan gelar lebih lanjut dan pelatihan khusus dalam komunikasi lintas budaya supaya mereka dapat mengabarkan Injil dengan efektif. Namun guru Kristen di sekolah non Kristen tidak memiliki pelatihan khusus untuk menolong mereka mengkomunikasikan kebenaran. Budaya dan bahasa sekolah seringkali sangat berbeda dari apa yang dialami di gereja lokal. Lingkungan paling tidak sama sulitnya dengan kesulitan yang dihadapi kebanyakan misionari. Di manakah misiologis ruang kelas diajarkan ? Itulah sebabnya maka : Pendidikan sangat penting sebagai ujung tombak misi penginjilan. Hal ini berarti bahwa kedudukan pendidikan adalah sebagai perpanjangan tangan gereja dalam mengemban misi penginjilan, apalagi mengingat terbatasnya ruang gerak gereja secara riil. Pendidikan bukan kegiatan tanpa arti. Pendidikan Kristen memiliki jangkauan yang lebih luas dalam lapisan masyarakat yang heterogen seperti di Indonesia ini. Gerakan penginjilan akan menjadi efektif melalui pendidikan. Bahkan melalui pendidikan, beberapa hal yang tak dapat diperbuat gereja justru dapat dilakukannya. Pengefektifan follow up dan pembinaan dalam suatu pendidikan menjadi alat strategis gereja dalam pemuridan juga. Jadi sudah selayaknyalah gereja mendukung keberadaan suatu lembaga pendidikan Kristen, setidaknya bidang pendidikan haruslah menjadi bagian sentral dalam pembinaan kejemaatan maupun pelipatgandaan.

Alasan utama begitu cepat kita meninggalkan peran kita di pendidikan adalah karena kita telah melihat pendidikan sebagai alat, bukan bagian integral dari misi Kekristenan. Banyak asumsi bahwa pemerintah non Kristen dapat mengajar murid-murid membaca dan lalu tanggungjawab gereja adalah menolong anak-anak untuk membaca materi yang benar, yaitu Alkitab. Hal ini adalah pandangan yang terlalu terbatas dalam praktek dan potensi pendidikan. Sekolah tidak sekedar menjadi alat yang netral bagi para murid. Sekolah adalah tempat di mana para guru dan murid menghabiskan porsi besar hidup mereka bekerja bersama dengan tujuan khusus menyiapkan murid bagi kehidupan. Pada hakekatnya, pendidikan yang bersifat mengubahkan manusia menjadi sebagaimana yang telah dirancangkan Tuhan Allah sejak dari semula memerlukan perubahan secara mendasar. Memang bermula dari orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan tersebut, baru kemudian meningkat ke hal-hal yang lainnya. Manusia sebagai penggerak pendidikan memang menjadi target utama, sebab pendidikan bukan sekedar membangun perubahan knowledge, tapi juga understanding, dan selanjutnya wisdom. Yesus mengetahui bahwa murid tidak begitu saja mendapatkan keahlian atau pengetahuan. Yesus mengatakan bahwa murid akan menjadi seperti guru mereka (Lukas 6 : 40).

Ada Apa Dengan Pendidikan ?

Oleh : Anna Mariana Poedji Christanti
(Pelangi Kristus Bible Seminary For Children)
Tanggal : 14 Oktober 2008


Sejak semula Tuhan Allah sangat concern atas pendidikan. Pendidikan yang menggunakan metode pengajaran sebagai basisnya adalah cara yang dipakai Tuhan Allah untuk mempersiapkan manusia ciptaanNya menjadi sebagaimana yang Ia harapkan, yaitu menjadi rekan sekerjaNya dalam mengatur alam semesta. Melalui pendidikan, manusia dapat memahami maksud-maksud dan tujuan Tuhan Allah yang Maha Tinggi. Melalui pendidikan, manusia yang terbatas dapat mengerjakan segala yang dirancangkan Tuhan yang tak terbatas secara tepat, sehingga manusia dapat memuliakan Allah melalui apa yang dikerjakannya. Jadi pendidikan bukanlah suatu bentuk kutukan setelah keberdosaan Adam dan Hawa. Pendidikan adalah salah satu karya besar Allah setelah penciptaan alam semesta. Pendidikan adalah sesuatu yang serius di Mata Tuhan Allah. Ia ingin manusia hanya mendengar kehendakNya saja (Kejadian 2 : 8 – 17).

Menurut Sidjabat (2008), bahkan setelah manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan Allah tidaklah menghentikan rencanaNya tersebut karena kegagalan kesertaan manusia dalam melakukan rencana pendidikanNya. Tujuan pendidikan setelah manusia jatuh ke dalam dosa adalah agar manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, mengenal Dia dan mengasihiNya. Artinya dalam hal ini Tuhan Allah teruslah membimbing dan memperlengkapi. Ia tetap berbicara kepada mereka. Namun kualitas respon yang mereka berikan kepadaNya tidak lagi setara dengan kualitas respon ketika mereka belum jatuh ke dalam dosa. Artinya, dosa telah merusak, menodai interaksi edukatif antara Tuhan Allah dengan manusia (Roma 3 : 10, 23; Yesaya 59 : 1 – 2). Akibatnya di sepanjang masa proses pendidikan yang dijalankan oleh manusia bersama dengan sesamanya manusia, juga diwarnai oleh berbagai ketimpangan, jauh dari standar Sang Khalik. Bahkan dunia pendidikan kini semakin tak menentu arahnya ketika menghadapi transformasi dunia yang dahsyat dan berpotensi menghancurkan. Globalisasi dan perubahan teknologi agaknya menjadi penyebab timbulnya kecenderungan-kecenderungan baru yang tak disadari muncul dalam dunia pendidikan.

Bahwa ada hakikat penting dari pendidikan yang Tuhan Allah lakukan kepada manusia adalah bahwa : Ia ingin manusia mengerti dan melakukan petunjuk hidup yang benar di hadapanNya (Kejadian 6 – 8); Ia tidak ingin manusia hidup atas kekuatannya sendiri yang menuju kebinasaan itu. Sebab, yang mengetahui perjalanan hidup awal dan akhir dari kehidupan manusia adalah Tuhan Allah Sang Pencipta (Kejadian 11 : 1 – 9). Tuhan ingin agar semua manusia di muka bumi tahu hal itu dan akhirnya taat dan berserah kepada Dia di dalam segala hal (Sidjabat, 2008).

Yohanes Moeljadi Pranata dalam suatu seminar di Pelangi Kristus Bible Seminary For Children tahun 2006 menyampaikan pokok-pokok pemikirannya, bahwa dunia pendidikan kini dihadapkan pada suatu kecepatan perubahan yang begitu hebat sehingga pendidikan tidak dapat lagi bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas sosial yang konstan. Dunia pendidikan dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisinya sehubungan dengan faktor-faktor tersebut, dalam rangka membangun sebuah konstruksi sosio-personal yang memungkinkan, atau yang nampaknya memungkinkan. Dunia pendidikan juga dituntut mempersiapkan para individu untuk siap hidup dalam sebuah dunia di mana masalah baru muncul jauh lebih cepat daripada jawaban dari masalah tersebut, di mana ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dapat dihadapi secara terbuka, di mana para individu memiliki ketrampilan dan kesanggupan yang diperlukannya untuk secara berkelanjutan menyesuaikan sekaligus mengendalikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang terus berubah, serta di mana tiap-tiap individu menjadi pemberi arti dari keberadaannya.

Tujuan-tujuan pendidikan yang semula berangkat untuk memahami maksud dan tujuan Allah berkarya dalam kehidupan ini menjadi sangat menyimpang, yaitu melayani dan memuaskan maksud dan tujuan-tujuan manusia. Pendidikan sangat bersifat humanis. Bahkan pendidikan sangat berusaha mengikis habis segala yang tidak berpusat pada manusia. Pendidikan menjadi ajang pembunuhan segala yang bersifat Ilahi, ketika semuanya itu dirasa tidaklah relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Dunia pendidikan perlu untuk mengubah fokus dari apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana caranya untuk mempelajari, dari mengajari menjadi memberdayakan (mem-belajar-kan). Pendidikan bukan saja merupakan refleksi dari perubahan, tetapi juga merupakan penyebab dan agen perubahan. Semua ini menimbulkan pertanyaan : Seberapa relevankah pendekatan yang digunakan dalam Pendidikan Kristen dalam menolong para siswa untuk menghadapi tantangan dalam suatu masyarakat yang terus berubah ? Seberapa jauhkah Pendidikan Kristen dapat terus diandalkan demi menjawab segala tantangan ? Bagaimanakah Pendidikan Kristen harus berdiri untuk memulihkan keterpurukannya dan menegakkan kembali maksud-maksud Allah yang sedari awal telah menjadi nafas hidupnya ?

Bagaimanapun, model penerapan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dalam setiap mata pelajaran di sekolah menjadi suatu bentuk pengembangan yang harus terjadi dalam pendidikan Kristen. Di sinilah peran pendidik menjadi nyata sangat penting. Pendidik yang berkualitas dalam segala bidang termasuk bidang spiritual, berdedikasi tinggi, dan kreatif, serta diterapkannya metode-metode pembelajaran yang bervariasi, adalah suatu kebutuhan mendasar dalam sebuah pendidikan. Mengajar sebagai pendidik Kristen adalah sebuah panggilan dan pelayanan yang bersifat kekal, yang merupakan hasil dari mengenal Tuhan Allah secara pribadi dan taat kepada panggilanNya. Menjadi seorang pengajar dapat saja menjadi sekedar sebuah profesi, tetapi menjadi seorang pendidik Kristen adalah sebuah pelayanan iman yang memiliki cinta kasih dan tujuan yang tak pernah lekang oleh waktu.

Anak-anak diciptakan menurut gambar Allah. Mereka adalah titipan Allah. Dia mempercayakan anak-anak yang dikasihiNya agar dapat kita bimbing mengenal Bapa SurgawiNya, hidup sebagai anak-anak Allah (Mazmur 127, 128). Mereka itu bukanlah milik kita. Mereka ada bukan demi cita-cita dan kebanggaan, serta kepuasan atau ambisi kita semata. Anak-anak itu adalah milik Allah yang menjadi tanggungjawab kita untuk dibina dan dididik sebagaimana yang dikehendakiNya. Anak-anak bukanlah hasil sebuah proses evolusi yang menyangkali keberadaan dan kekuasaan Allah. Justru seharusnya setiap anak mencerminkan keberadaan dan kekuasaan Allah. Sudah seharusnya seorang pendidik Kristen menunjukkan kasih dan hormat kepada para siswa, sebab mereka adalah biji mata Allah, bukan sekedar biji mata manusia, hal ini adalah juga bentuk perwujudan kasih dan hormat para pendidik kepada Allah.

Ditambahkan lagi oleh Yohanes Moeljadi Pranata masih dalam seminar yang sama di Pelangi Kristus Bible Seminary For Children tahun 2006, bahwa pendidik Kristen sudah seharusnya mempunyai kesadaran Alkitabiah yang terus bertumbuh tinggi, yang memampukan mereka untuk mengintegrasikan kebenaran Alkitabiah dengan realita kehidupan jaman ini. Pewahyuan Allah – Kristus, Alkitab, dan ciptaanNya, berdiri sebagai landasan dari ajaran teologis tentang proses belajar dan karena itu suatu ajaran teologis tentang kebenaran. Pendidik Kristen laksana membawa pedang bermata dua, dari mata yang satu mengiris melalui disiplin ilmu masing-masing, dan dengan mata yang lain mengaplikasikan jawaban-jawaban Alkitabiah ke dalam pertanyaan akademik dan kultural.

Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mudah dan ringan. Sebab hal ini menuntut segenap akal budi, daya, kemampuan, ketrampilan, maupun kreativitas para pendidik dalam mengolah segala materi yang ada demi menghadirkan Allah dalam segala aspek pengajarannya. Adapun jiwa dari semuanya ini adalah adanya perlekatan yang abadi seorang pendidik dengan Sang Maha Guru, yaitu Tuhan Allah sendiri. Perlekatan yang abadi ini hanya dapat diperoleh melalui peran serta Roh Kudus yang menyadarkan akan keberdosaan dan kebutuhan dan penerimaan manusia akan Kristus, Sang Juruselamat. Tanpa melalui jalinan ikatan erat seorang pendidik dengan Allahnya yang dikenalnya dalam Kristus, juga penyerahan diri yang total untuk dipulihkan Allah dalam setiap konsep dan pemikirannya yang telah jauh menyimpang oleh karena dosa, mustahil pengajarannya dapat memberikan arti yang sesungguhnya dalam kehidupan ini. Bagaimanapun, tak dapat dipungkiri bahwasanya kehidupan yang diselenggarakan Allah ini, hanya dapat diisi oleh Dia yang bekerja melalui manusia.

Pendidikan tidak pernah netral. Pendidikan memang harus berdiri pada satu pihak. Pendidikan harus memilih, apakah ia berdiri di pihak Allah yang menyatakan maksud mulia atas kehidupan ini, atau di pihak manusia dengan segala kepentingan dan ambisinya. Pendidikan Kristen harus menetapkan pilihan berdiri pada pihak Allah yang selanjutnya menjamin dapat menolong para siswa mempelajari dunia dan lingkungan mereka, serta menyadari tugas-tugas hakiki mereka di dalam dunia, berdasarkan perspektif pandangan Alkitab tentang dunia. Setiap anak harus bertumbuh dalam pengetahuan, pengertian dan kebijaksanaan menurut cara Allah. Setiap anak harus mengalami pembentukan nilai hidup Kristiani, jati diri, karakter Kristus, dan relasi interpersonal yang sehat menurut standart Allah. Setiap anak harus dapat mengembangkan ketrampilan, jiwa kepemimpinan, dan jiwa pelayanan sehingga dapat efektif dipakai oleh Allah. Setiap anak harus mengalami transformasi hidup dalam hal iman, kasih, dedikasi, hati, visi, dan integritas.